Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2025

(KKI, sekami & OMK) Paroki KSG Wedaumamo Menuju a’la Spiritual Berkarakter

Gambar
  Oleh: Martinus Tenouye Berkarakter menurut Sanva Of African Man, adalah suatu proses yang memberikan semangat, arah, dan kegigihan perilaku positif pada anak dan remaja. Untuk memotivasi anak dan remaja, penting untuk memahami bahwa setiap individu unik dan memiliki perbedaan, serta memberikan dukungan yang sesuai.  Motivasi dapat berasal dari dalam diri (intrinsik) atau dari luar (ekstrinsik). Dalam perbedaan ini saya sebagai pemateri dan pembimbing dalam sebuah momen indah ini, saya memahami perbedaan karakter ini bahwa sejatinya setiap anak dan remaja memiliki keunikan masing-masing, baik dari segi minat, bakat, maupun gaya belajar. Penting untuk memahami perbedaan ini dan memberikan dukungan yang sesuai. Hindari perbandingan dengan orang lain, dan fokus pada perkembangan individu anak dan remaja. “Kita juga bisa lihat dalam bait ke bait bahwa setiap anak dilahirkan dengan potensi dan bakat yang luar bias. Tugas kita adalah membantu mereka menemukannya (Sanva Of African ...

Tanah Papua dalam Terang Laudato Si’

Gambar
  Hak atas Tanah dalam Perspektif Ajaran Sosial Gereja) Oleh: Yulianus Kebadabi kadepa  Dalam beberapa dekade terakhir, Tanah Papua sering kali dijadikan sasaran berbagai proyek strategis nasional oleh pemerintah Indonesia. Namun, pertanyaan mendasarnya adalah: apakah Tanah Papua benar-benar merupakan “tanah kosong”? Jawabannya jelas: tidak. Tanah Papua menyimpan kekayaan budaya, sejarah, spiritualitas, dan sumber daya alam yang melimpah seperti tambang, minyak bumi, dan emas. Wilayah ini dihuni oleh ratusan kelompok etnis yang memiliki sistem adat, hukum, dan tata kelola tanah tersendiri. Sayangnya, dalam berbagai proyek pembangunan berskala besar, baik industri ekstraktif maupun perkebunan monokultur, eksploitasi selalu dilakukan tanpa izin masyarakat adat, melanggar hak ulayat mereka. Salah satu narasi yang digunakan untuk melegitimasi perampasan lahan adalah bahwa banyak tanah di Papua adalah “tanah kosong”. Istilah ini bukan hanya salah kaprah secara historis dan sosial, ...

Imago Dei dan Papua: Martabat Manusia dalam Terang Wahyu

Gambar
  Oleh: Yulianus Kebadabi kadepa  Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki martabat Ilahi. Namun, dalam realitas sosial-politik kita, martabat ini terlalu sering dilukai oleh negara Indonesia. Di Tanah Papua, kita menyaksikan penderitaan yang panjang: kekerasan bersenjata, pelanggaran hak asasi manusia, pengungsian warga sipil, hingga eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam yang tidak berpihak kepada penduduk asli. Kenyataan ini memunculkan pertanyaan mendasar: Apakah negara Indonesia sungguh melihat orang Papua sebagai sesama manusia, sebagai saudara, sebagai gambar Allah? Dalam terang iman Kristiani, khususnya ajaran Gereja Katolik, setiap manusia, termasuk orang Papua, adalah imago Dei, citra Allah yang hidup. Oleh karena itu, setiap bentuk kekerasan dan ketidakadilan terhadap mereka bukan hanya kejahatan sosial, tetapi juga dosa terhadap kemanusiaan dan penciptanya. Imago Dei: Fondasi Martabat Manusia Ajaran dasar iman Kristen menegaskan bahwa: "Berfi...

Papua yang Terluka

Gambar
  (Ketika Konstitusi Tak Menyentuh Tanah Migani) *Yulianus Kebadabi Kadepa Negara di Atas Kertas, Realitas di Atas Senjata Konstitusi Indonesia, UUD 1945, menyatakan bahwa negara ini berdiri atas prinsip hukum, menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, bagi banyak orang Papua, terutama mereka yang hidup di Intan Jaya Papua bunyi konstitusi itu terdengar asing dan hampa. Di daerah ini, hukum tak lebih dari tulisan di atas kertas. Yang benar-benar hadir adalah konflik bersenjata berkepanjangan antara aparat negara dan kelompok bersenjata. Konflik tersebut membawa dampak langsung kepada warga sipil. Rumah-rumah dibakar, sekolah tutup, fasilitas kesehatan ditinggalkan, dan ribuan warga mengungsi ke hutan, ke gereja-gereja atau kampung lain demi menyelamatkan diri. Dalam situasi ini, negara hukum yang seharusnya memberi rasa aman, justru tampak tak berdaya. Senjata bicara lebih nyaring daripada hukum. Penegakan hukum beruba...

Jadilah Perubahan yang Ingin Kamu Lihat di Dunia Ini

Gambar
(Kata Bijak dari Mahatma Gandhi yang Menginspirasi Kehidupan dan Panggilan untuk Hidup baik)  oleh: Yulianus Kebadabi kadepa  Dalam kehidupan yang penuh tantangan dan perubahan cepat seperti zaman sekarang ini, banyak dari kita merasa kecil, tidak berdaya, atau bingung harus mulai dari mana untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Kita melihat ketidakadilan, kekerasan, kepalsuan, dan kehilangan harapan. Namun di tengah semua itu, satu kutipan bijak dari Mahatma Gandhi tetap relevan dan menyala terang bagaikan lentera dalam kegelapan: " Jadilah perubahan yang ingin kamu lihat di dunia ini." Kata bijak ini tidak hanya indah untuk dikutip, tetapi juga mengandung proses panggilan hidup yang kuat, sebuah undangan bagi siapa saja untuk mengambil peran aktif dalam menciptakan dunia yang lebih baik, dimulai dari diri sendiri, bukan dari orang lain. Gandhi tidak berkata, “Tunggu orang lain berubah,” atau “Kita butuh pemimpin baru.” Ia justru mengajak kita semua, dalam posis...

Menurut Presbyterorum Ordinis Imam di Tengah Konflik: Menghidupi Imamat Sebagai Nabi, Raja, dan Imam di Intan Jaya

Gambar
  Oleh: Yulianus Kebadabi kadepa  Akar Teologis Imamat dalam Gereja Katolik Pada tanggal 7 Desember 1965, Konsili Vatikan II secara resmi mengesahkan sebuah dokumen penting bagi Gereja Universal: Presbyterorum Ordinis , atau “Dekret tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam”. Dokumen ini menegaskan bahwa para imam adalah rekan kerja para uskup dan pelayan-pelayan Kristus yang diangkat untuk menggembalakan umat Allah. Dokumen ini membuka dengan pemahaman bahwa imamat bukan sekadar jabatan fungsional, tetapi suatu panggilan eksistensial dan perutusan ilahi. Dalam Presbyterorum Ordinis (PO) pasal 2 dikatakan: “ Para imam, oleh tahbisan dan perutusan yang mereka terima dari para uskup, dipanggil untuk melayani Kristus Sang Guru, Imam, dan Raja...” (PO, 2) Yang artinya, identitas imam adalah perpanjangan dari Kristus sendiri dan sebagai nabi yang mewartakan kebenaran, raja yang menggembalakan, dan imam yang mempersembahkan diri demi keselamatan umat. Realitas Konflik di Intan Jaya...

Tubuh yang Diserahkan, Luka yang Diterima, Harapan yang Dihidupkan

Gambar
  Oleh: Yulianus Kebadabi kadepa  Hari ini, Gereja Katolik universal merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus . Kita mengenang peristiwa yang paling sakral dalam iman kita, saat Yesus menyerahkan tubuh dan darah-Nya bagi keselamatan dunia. Perjamuan Kudus bukan sekadar ritual, tapi tindakan cinta yang paling dalam: penyerahan total dari Allah kepada manusia. “Yesus mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan berkata: ‘ Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu’” (1 Kor. 11:24). Kata-kata ini menjadi inti Ekaristi dan pusat spiritualitas kita. Ia memberi tubuh-Nya, bukan hanya roti dan anggur, tetapi kehadiran-Nya sendiri, utuh, nyata, dan hidup. Namun perayaan ini tidak lengkap jika hanya berhenti di altar. Ekaristi harus menembus kenyataan. Ia harus mengalir ke jalan-jalan dunia, menyeberangi batas-batas sosial, budaya, dan geografis. Dan di sinilah kita dihadapkan pada panggilan yang lebih luas dan lebih menantang: bagaimana tubuh Kristus itu juga hadir dan dise...

Takut Hanya kepada Tuhan: Suara Iman dari Tanah Konflik Intan Jaya

Gambar
  (Menelusuri keberanian dan kesaksian iman Pastor Wadogouby Yogi di tengah konflik di Intan Jaya, Papua) Oleh: Yulianus Kebadabi kadepa  Intan Jaya adalah salah satu wilayah di Papua yang tak pernah benar-benar lepas dari bayang-bayang konflik. Ketegangan antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata sering kali menempatkan warga sipil sebagai korban. Di tengah situasi ini, muncul sosok Pastor Wadogouby Yogi, seorang Imam Katolik dari Keuskupan Timika dan menjabat sebagai Dekan Deket Moni di Puncak Jaya, Papua. Ia bukan hanya seorang pemuka agama; ia adalah simbol keberanian, suara kenabian, dan pelayan umat yang teguh menjalankan tugasnya meski berada dalam ancaman. Dalam sebuah pernyataan yang penuh makna, Pastor Wadogouby Yogi mengatakan: “pastor Wadogouby hanya takut Tuhan, ai tidak takut manusia di atas tanah ini. Walaupun di Intan Jaya selalu konflik, ai sebagai Imam, Nabi, dan Raja menjalankan tugas ilahi itu.” Kalimat ini bukan sekadar ungkapan religius. Ini adalah ...

Pelanggaran HAM di Papua: Kekerasan TNI/Polri terhadap Warga Sipil di Intan Jaya

Gambar
  Oleh: Yulianus Kebadabi Kadepa Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Tanah Papua, khususnya di Kabupaten Intan Jaya, adalah sebuah kenyataan pahit yang terus berlangsung di tengah janji-janji keadilan dan persatuan oleh negara Indonesia. Papua, yang dikenal dengan kekayaan alam dan budaya yang luar biasa, justru menjadi tempat di mana kekerasan sistematis terus terjadi terhadap rakyat sipil dan rakyat yang seharusnya menjadi subjek perlindungan negara, bukan objek kekerasan negara. Masyarakat Sipil sebagai Korban Abadi Masyarakat Intan Jaya hidup dalam ketakutan setiap hari. Mereka tak ubahnya seperti “tumbal pembangunan” itu menjadi korban dalam konflik bersenjata antara aparat keamanan gabungan TNI-Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM). Sayangnya, kekerasan oleh aparat negara sering kali tidak ditujukan secara proporsional terhadap kelompok bersenjata, melainkan justru menyasar masyarakat sipil yang tidak bersenjata. Mereka dituduh sebagai bagian dari ...

KATA KODA

Gambar
  Oleh: Yulianus Kebadabi kadepa Di jantung sebuah lembah subur yang dikelilingi oleh gunung-gunung hijau seperti Utiyaugi, Yinaugi, Yimomani, dan Kotemomo, mengalir tenang kali Waimaga. Di sinilah, tersembunyi dalam damai dan keteduhan alam Papua, terletak sebuah wilayah yang dikenal dengan nama Koda. Terletak di Distrik Aradide, Kabupaten Paniai, Koda bukan sekadar titik di peta, ia adalah tempat yang menyimpan cerita, makna, dan warisan budaya yang dalam.  Namun, nama Koda bukanlah nama yang muncul begitu saja bukan pula hasil dari sembarang penamaan yang datang tanpa makna. Nama itu diberikan oleh leluhur, tetek nenek moyang kami, melalui proses yang panjang, penuh pertimbangan, dan mengandung nilai-nilai kehidupan yang luhur. Nama Koda itu juga bukanlah hasil penamaan sesaat. Ia lahir dari perenungan panjang, dari hati para leluhur kami yang memaknai alam dan kehidupan dengan cara yang sangat berbeda dari manusia modern hari ini. Leluhur kami tidak mengenal kamus kekuasaa...

Peran Rohani Pastor Yance Wadogouby Yogi sebagai Pilar Harapan di Tengah Konflik Intan Jaya

Gambar
  Aita Pater Yance Wadogouby Yogi, Pr  Oleh: Yulianus Kebadabi kadepa  Di tengah kabut ketidakpastian dan kekerasan yang terus membayangi Kabupaten Intan Jaya, Papua, harapan tak sepenuhnya padam. Ketegangan akibat konflik bersenjata yang berkepanjangan memang telah melukai banyak hati dan merusak banyak sendi kehidupan sosial. Namun, di tengah suasana suram tersebut, cahaya terang muncul melalui figur-figur pemersatu yang tetap konsisten hadir untuk rakyat. Salah satunya adalah Pastor Yance Wadogouby Yogi yang adalah Dekan Deket Moni Puncak Jaya  Kehadiran Pastor Yance dalam kegiatan kemping rohani yang dilaksanakan di Paroki St. Michael Bilogai, bersama Bupati Intan Jaya, Aner Maisini, bukan sekadar simbolik. Ia adalah aksi nyata sebagai Imam, Nabi, dan Raja sebuah bentuk pelayanan dan kepedulian yang melampaui rutinitas keagamaan. Kegiatan ini memperlihatkan bagaimana tokoh agama dapat menjadi penjaga nurani dan penyembuh luka batin masyarakat yang hidup di tengah...

Perjuangan adalah Kehidupan Saya, dan Saya Tidak Akan Pernah Menyerah

Gambar
  Oleh: Yulianus Kebadabi kadepa  Hidup adalah sebuah perjalanan yang harus kita ikuti dan kehidupan kita sehari-hari “ Perjuangan adalah kehidupan saya, dan saya tidak akan pernah menyerah” bukan hanya sebuah pernyataan motivasional. Kalimat ini adalah refleksi mendalam tentang bagaimana seseorang memaknai hidup sebagai perjalanan yang tidak selalu mudah, tetapi penuh dengan tantangan, pelajaran, dan pertumbuhan. Kalimat diatas ini juga menjadi pengingat bahwa kekuatan sejati tidak hanya datang dari keberhasilan, tetapi dari kesanggupan untuk terus melangkah meski berkali-kali terjatuh dari kenyataan hidup. Tekad yang Kuat Di balik kalimat tersebut terdapat kekuatan yang bersumber dari tekad. Tekad yang kuat adalah pondasi utama dalam menghadapi realitas hidup yang sering kali tidak sesuai harapan. Orang yang memiliki tekad kuat tidak mudah putus asa. Ia siap menghadapi kegagalan, hambatan, bahkan luka, dengan keyakinan bahwa semua itu adalah bagian dari proses menuju keberha...

Dosa Struktural dalam Pelanggaran HAM di Intan Jaya

Gambar
  (Sebuah Tinjauan Teologis Kontekstual Papua) Oleh: Martinus Hakomalah Gobai Pendahuluan Tanah Papua, yang kaya akan sumber daya alam dan keindahan alamnya, justru menjadi tempat luka dan penderitaan yang dalam bagi masyarakatnya sendiri, khususnya orang asli Papua (OAP). Salah satu wilayah yang menanggung luka kemanusiaan ini adalah Kabupaten Intan Jaya. Dalam beberapa tahun, bulan, minggu, hari terakhir ini, laporan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang melibatkan aktor negara semakin meningkat. Pelanggaran tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan bagian dari apa yang dalam teologi pembebasan disebut sebagai dosa struktural suatu bentuk kejahatan yang bukan hanya dilakukan oleh individu, tetapi dipelihara oleh sistem dan struktur sosial-politik yang menindas. Dalam tulisan ini akan menelaah pelanggaran HAM berat di Intan Jaya melalui lensa teologi kontekstual Papua, khususnya dalam bingkai dosa struktural. Dengan mengacu pada pemikiran teolog seperti Gustavo Gutiérrez...

Memahami Penderitaan Orang Papua Refleksi atas Salvifici Doloris di Tengah Penindasan dan Pembunuhan di Intan Jaya

Gambar
  Oleh: Yulianus Kebadabi kadepa   Penderitaan masyarakat Papua, khususnya di wilayah Intan Jaya, telah berlangsung lama dan penuh luka. Tragedi kemanusiaan yang terjadi pada 8 Juni 2025 di Kampung Gamagae dan Yoparu menjadi satu dari sekian banyak catatan berdarah dalam sejarah panjang penindasan. Ketika suara tembakan membangunkan warga dari tidur mereka, bukan hanya tubuh yang terguncang, melainkan juga iman, harapan, dan martabat sebagai manusia. Korban sipil seperti Isak Kobogau (43), Alphon Kobogau (20), dan Yohanes Tipagau (40) menjadi saksi bisu akan keganasan aparat negara yang seharusnya melindungi, bukan membunuh. Penembakan tanpa ampun ini menyisakan trauma dan pengungsian; seolah orang Papua diperlakukan seperti binatang buruan di hutan, bukan sebagai sesama manusia yang layak hidup damai di tanah leluhur mereka. Di tengah penderitaan ini, dokumen apostolik Salvifici Doloris (1984) karya Paus Yohanes Paulus II menjadi bahan refleksi yang penting. Dokumen ini tida...