KATA KODA
Di jantung sebuah lembah subur yang dikelilingi oleh gunung-gunung hijau seperti Utiyaugi, Yinaugi, Yimomani, dan Kotemomo, mengalir tenang kali Waimaga. Di sinilah, tersembunyi dalam damai dan keteduhan alam Papua, terletak sebuah wilayah yang dikenal dengan nama Koda. Terletak di Distrik Aradide, Kabupaten Paniai, Koda bukan sekadar titik di peta, ia adalah tempat yang menyimpan cerita, makna, dan warisan budaya yang dalam.
Namun, nama Koda bukanlah nama yang muncul begitu saja bukan pula hasil dari sembarang penamaan yang datang tanpa makna. Nama itu diberikan oleh leluhur, tetek nenek moyang kami, melalui proses yang panjang, penuh pertimbangan, dan mengandung nilai-nilai kehidupan yang luhur.
Nama Koda itu juga bukanlah hasil penamaan sesaat. Ia lahir dari perenungan panjang, dari hati para leluhur kami yang memaknai alam dan kehidupan dengan cara yang sangat berbeda dari manusia modern hari ini. Leluhur kami tidak mengenal kamus kekuasaan atau kepentingan sesaat, mereka hidup menyatu dengan alam, mendengar suara hutan, merasakan napas bumi, dan menyebut tempat dengan nama-nama yang memiliki roh dan nilai.
Bagi mereka, memberi nama adalah tindakan spiritual. Dan ketika saatnya tiba untuk menamai tempat ini, mereka memberi nama yang berasal dari bahasa Mee, bahasa ibu masyarakat kami. Dalam bahasa Mee, kata “Maa” berarti benar atau kebenaran, dan “Piha” berarti pohon. Maka, Koda dapat dimaknai sebagai “tempat di mana pohon kebenaran itu tumbuh.”
Namun, pohon yang dimaksud bukanlah sekadar pohon fisik, melainkan simbol dari kehidupan, keadilan, dan penghidupan yang berakar pada nilai-nilai luhur. Di tanah ini, kebenaran bukanlah ide yang mengambang, tapi sesuatu yang tumbuh, dipelihara, dan dijaga dari generasi ke generasi.
Masyarakat Koda dikenal karena nilai kebenaran yang mereka junjung tinggi. Prinsip hidup mereka sederhana tapi tegas: yang benar harus diakui benar, dan yang salah tidak boleh dibenarkan, meski berasal dari orang terdekat. Prinsip ini bukan hanya dituturkan dari mulut ke mulut, tapi diwujudkan dalam praktik hidup sehari-hari.
Dalam penyelesaian masalah, misalnya, kebenaran menjadi fondasi utama. Bukan hubungan, bukan jabatan, bukan kekuasaan yang dijadikan ukuran. Mereka bertanya terlebih dahulu: dari mana masalah ini lahir, dari kebenaran atau dari kesalahan? Bila dari kesalahan, maka tidak dibenarkan. Bila dari kebenaran, maka harus dibela. Inilah bentuk keadilan sejati yang terus dijaga hingga hari ini.
Nilai-nilai ini adalah warisan dari para leluhur kami, orang-orang bijak yang hidup berdasarkan hati nurani dan ajaran spiritual. Tak heran bila mereka memilih nama Koda, sebagai lambang dan penegasan bahwa tempat ini adalah tanah kebenaran. Bahkan kitab suci menyebutkan betapa pentingnya hidup dalam kebenaran, dan masyarakat Koda telah menerapkannya jauh sebelum kata itu ditulis di atas kertas.
Dan hingga hari ini, semangat itu belum pudar. Anak-anak Koda diajarkan sejak kecil untuk jujur, untuk adil, dan untuk tidak mudah tergoda membelokkan kebenaran demi kenyamanan sesaat. Mereka tumbuh di bawah bayang pohon kebenaran itu, menyerap nilainya, menjadikannya bagian dari identitas diri.
Di tengah kehidupan yang berubah cepat, ada sebuah pepatah tua dari tanah ini yang tetap menjadi jangkar:
“Nama Koda adalah warisan turun-temurun dari tetek nenek moyang, dan tetap hidup sampai sekarang.”
Ini bukan sekadar ucapan adat. Ini adalah pengingat yang kuat, bahwa kita semua, yang lahir dan besar di tanah ini,.mewarisi bukan hanya tanah, tapi juga tanggung jawab moral. Menjaga nilai yang telah diwariskan oleh para pendahulu kita adalah tugas suci yang tidak bisa ditawar.
Aku lahir di tanah yang disebut Koda. Di bawah langit Koda aku dibesarkan. Di antara gunung-gunung dan kali Waimaga, aku belajar menjadi manusia. Di bawah pohon-pohon kebenaran itu, aku menyerap nilai-nilai yang menjadikan pelajaran untuk masa depan kita.
Syalom, Koda.
Engkau bukan sekadar nama.
Engkau adalah warisan.
Engkau adalah identitas.
Engkau adalah kebenaran yang hidup.
Komentar
Posting Komentar