Ibu Maria dan Kedai Mawar Hitam

 


(Sebuah Cerpen)


*Siorus Ewainabi Degei


Ibu Maria, parasnya cantik walau usianya sudah tidak muda lagi. Ia hidup sebatang kara di semua desa yang masih asri. Penduduknya mayoritas memeluk agama Katolik dan bermata pencaharian kelas menengah ke bawah. Dekat rumahnya ada sebuah kedai yang ia didirikan demi menyambung usia, mirip sebuah kafe kecil tempat berkumpul para warga yang habis ngojek, nyupir, ngaladan, nyaring di laut dan lain-lain, mayoritas pria, selalu padat. Kedai ini ibu Maria namai ‘Mawar Hitam’ yang ia ambil dari nama sebuah bunga kesayangan yang sudah lama ia tanami. Ini adalah mawar kesayangannya yang ia pelihara layaknya buah hati sendiri. Rupanya aura kecantikan ibu Maria menjadi daya sihir yang menarik para pengunjung. Dari pagi sekitar pukul 07:15 pagi ia sudah membuka kedai dan dapat menutupnya sekitar Pukul 23:00 malam. Karena banyak pengunjung. Namanya menjadi buah bibir warga sekitar, terutama oleh ibu-ibu yang suaminya tidak pernah absen duduk ngopi atau sekedar duduk tanpa tujuan jelas di kedai ibu Maria.

Selain paras menawan, ibu Maria juga memiliki perangai yang humble, ia ramah, penuh hospitaliti. Ia bisa saja menyajikan kopi gratis dan beberapa cemilan lezat buatannya untuk pengunjung yang tidak bawa uang. Ia ramah, selalu menyapa pelanggan dengan ramah, penuh sopan santun. ‘Maria, sudah lama kau hidup sendiri, apakah tidak ada niat mencari pasangan, hahahah....hahahah..’ rayu om Mesak yang selalu datang meminang Maria. Om Mesak ini seorang juragan kerbau, ia juga memiliki ladang pagi, jagung, dan tomat yang luas. Ia sudah memiliki tiga orang istri dan banyak anak.

‘Lihat ia, benar-benar tidak tahu diri, ia pikir Tuhan akan mengampuninya’ bisik beberapa ibu-ibu yang melihat ibu Maria menandai diri dengan tanda salib di depan pintu masuk Gereja Katolik, Sta. Veronika. ‘Ia adalah pelakor kelas kakap. Banyak suami kita yang sudah kena peletnya’ ucar ibu Magda, ‘Benar saya sih, curiga sama kedai Mawar Hitamnya. Pasti ada tuyulnya’, balas ibu Imel, ‘Kalau saya sih ya ibu Mel, kopinya tuh yang mungkin ia guna-gunai’, celoteh ibu Lusi, ‘Iyah benar ibu Lusia, buktinya kopi buatan kita selalu tidak diminum suami-suami kita di rumah’ tambah ibu Imel. Demikianlah para ibu ini. Di dalam Gereja pun mereka masih ngerumpi soal hidup ibu Maria. Ibu Maria hanya bisa membalas mereka dengan senyuman tulus dan diam. Tidak ada bahasa protes yang ia berikan, barangkali hanya senyum bagi mereka dan air mati bagi Allah.

Maria selalu tampil dengan busana yang rapi, dengan baju langsung khas perempuan era ‘90an, biasa disebut ‘baju nona’. Ia merapikan rambutnya dengan minyak rambut, memakai bandul biru keputihan. Tempat duduknya selalu di pojok kiri bagian barisan belakang. Saat masuk ke dalam Gereja ia akan duduk diam, memeriksa batin, kemudian berlutut dan berdoa dalam hening. Ia berbisik dengan Tuhan atas semua hinaan, cacian, dan makian yang ia alami. Kadangkalah air matanya akan membasahi kedua pipinya, melunturkan bedak yang sudah ia pakai.

Untuk Hari Minggu dan hari-hari raya keagamaan, seperti hari Raya Paskah dan Natal kedainya tertutup. ‘Maria, apa rahasiamu. Umurmu sudah tua, tapi rupamu masih saja seperti gadis perawan’ ungkap Ones, salah satu pengunjung, ‘Mungkin itu menurut Bang Ones saja’, balas ibu Maria, ‘Tidak Maria. Semua laki-laki di sini memuji kecantikanmu Maria, sungguh’ ucap Ones sambil menyeruput Kopi buatan Maria, ‘Mereka terlalu berlebihan, selalu saja begitu. Padahal istri-istri mereka di rumah jauh lebih baik dari saya, yang hanya seorang hina di Kampung’, balas Maria sambil menggoreng beberapa beberapa potong ubi, singkong, dan kentang yang sudah ia taburi tebung bercampur bumbu khasnya yang menagihkan lidah.

‘Maria...Maria...Maria...perempuan sundal, pelakor, perusak rumah tangga orang’ teriak ibu Imel, istri Om Mesak bersama beberapa ibu lainnya. Mereka datang dengan penuh amarah, semacam bendungan yang sudah lama menampung begitu banyak air. Cacian-makian yang kasar keluar dari mulut berlistip merah tebal ibu-ibu ini, ‘Susuk dan pelet apa yang kamu pakai, Maria’ teriak Ibu Lusia, istri om Ones. ‘Yah ampun ibu-ibu, ada apa nih’ ucap Ibu Maria dengan penuh takut, ‘Perempuan pelacur murahan, jangan pura-pura bersandiwara. Ini bukan sinetron atau drama korea’, Maki ibu Magda dengan geram, ‘Suami-suami kami sudah kau gunai-gunai semua dengan peletmu. Sekarang tutup kedaimu yang penuh jin ini’ paksa Ibu Imel dengan penuh murka, ‘Demi Tuhan ibu-ibu, semua tidak seperti yang ibu-ibu pikirkan dan katakan’, balas Ibu Maria dengan nada rendah penuh mohon, matanya menujurkan titik-titik air mata, namun masih bisa ia pendam. Para warga mulai berdatangan menyaksikan perang mulut khas ibu-ibu ini. Beberapa ibu-ibu yang sudah kesal membalikkan beberapa kursi dan meja yang tersedia, ‘Ini kali terakhir, kami mendengar suami-suami kami ngopi sampai lembur larut malam suntuk di Kedai mawar hitammu ini yah Maria’ tegas ibu Imel. Mereka lalu pulang. Maria dengan menahan semua rasa sedih dan patah hati membereskan kursi-kursi dan meja pengunjung yang dirusaki ibu Imel dan rombongannya. Ia berdoa dalam diam, tidak meluapkan satu pun kata dan niat buruk kepada ibu-ibu yang memfitnahnya, ‘Jangan dengarkan mereka yah Mar. Kamu harus kuat dan memang kamu wanita tangguh yang Mama kenal. Mereka hanya iri dan dengki denganmu saja’ ucap Nene Teresia yang selalu membantu dan menguatkan Maria dalam fase-fase sulit dalam hidupnya. Nene Teresia ini adalah pensiunan guru Agama dan pewarta tua di Gereja. Ia lulusan salah satu sekolah tinggi keagamaan di kota itu.

Suatu kali datang Pastor muda, penuh energik, tampan sekali, suanya manis, ia juga sangat cerdas, kebetulan ia baru saja menyelesaikan studi Magisternya di salah satu Universitas terbaik di Ibukota Roma-Italia milik Kepausan, Universitas Urbaniana Roma. Ia mengambil Magisterial di Bidang Teologi Liturgi. Namanya adalah Pastor Marion, biasa disapa Pastor Rio. Pastor Rio akan bertugas di Paroki Sta. Veronika menggantikan Pastor Martin yang akan pindah ke paroki lain. Pastor Rio dengan antusias memperkenalkan diri sehabis perayaan Ekaristi suci, ‘Salvee...salam sejahtera semua umat yang terkasih dalam Kristus Tuhan. Perkenalkan nama saya Pastor Marion, biasa disapa Pastor Rio. Saya baru saja selesai studi dari kota Roma. Saya akan menggantikan Pastor Martin sebagai Pastor Kepala di Paroki ini selama kurang lebih tiga tahun kedepan.’ Ucap Pastor Rio dan disambut dengan riuh tepuk tangan seluruh umat yang hadir, ‘Wah...gagah dan keren sekali Pastor kita yang baru ini’ ucap ibu Lusia kepada ibu Imel, ‘Iyah sih, ia muda dan cerdas’ balas Ibu Imel. Usia perayaan Misa umat-umat menunggu Pastor baru di pintu depan Gereja, mereka menyalami Pastor Rio dengan lembut. Gadis-gadis muda dan ibu-ibu pengejar cinta mulai mengeluarkan ponsel dari tas dan saku celana mereka. Mereka mengajak Pastor Rio selfie bersama. Ada yang mengajak Pastor Rio foto berdua dekat tanam Paroki. Ibu Imel dan Lusia juga mengajak Pastor Rio untuk foto bersama di hadapan Goa Maria di sisi Paroki. Umat-umat sangat antusias.

Dengan bekal ilmunya dan pengalamannya bertugas di Roma-Italia Pastor Rio memimpin Paroki dengan hidup penuh energik. Banyak kegiatan-kegiatan positif yang ia adakan di lintas Komunitas Basis (Kombas), dan kelompok-kelompok kategorial: Orang Muda Katolik (OMK), Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Putra-Putri Altar (PPA), Legio Maria, dan Sekami. Nama dan tindakan pastoral Pastor Rio heboh diperbincangkan oleh seluruh umat. Renungan-renungannya begitu menginspirasi, meneguhkan, dan membeks apalagi disampaikan oleh seorang Pastor yang penuh kharisma. Sudah satu tahun lebih hampir dua tahun Pastor Rio memimpin umat. Namun tidak terasa. Karena begitu banyak kegiatan yang ia lakukan secara berkelanjutan dan berjenjang. Ia selalu mengunjungi rumah-rumah umat. Ibu Imel, Ibu Lusia, Ibu Magda dan ibu-ibu lainnya suka mengundang Pastor. Begitu juga dengan umat-umat lainnya.

Seiring berjalannya waktu ada hal aneh yang mulai muncul. Pastor Rio beberapa kali kedapatan pulang jam-jam jauh malam dari rumah Ibu Maria. Bahkan kerapkali umat Paroki melihat sendiri mobil milik Paroki parkir di depan halaman rumah Ibu Maria tengah-tengah malam. Pastor Rio juga selalu memesan kopi dan camilan ibu Maria secara khusus ke pastoran. Peristiwa-peristiwa ganjal dan ganjil ini kemudian menjadi rumor dan desas-desus yang hangat diperbincangkan di rumah-rumah umat. Umat Paroki mulai mencurigai ibu Maria. Mereka yakin dengan pasti bahwa Pastor Rio sudah kena pelet Ibi Maria yang ia tuangkan dalam gelas kopi di Kedai Mawar Hitam. Tanam Pastoran juga sudah mulai ditanami bunga Mawar Hitam. Dan anehnya lagi bunga Mawar Hitam ini berasal dari pekarangan rumah ibu Maria.

Ibu-ibu sudah mulai kehilangan respek dan kepercayaan dengan Pastor Rio. Mereka sudah mencap Pastor dengan lebel yang tidak-tidak. Ibu Imel dan Lusia kemudian mulai menghasut umat yang lain, kali ini mereka nekat mau membakar Kedai dan Rumah milik ibu Maria. Umat-umat yang lainnya setuju, sebab selama ini juga mereka sudah yakin bahwa Pastor Rio sudah Ibu Maria gunai dengan susuknya. Mereka yakin bahwa ada hubungan terlarang antara Pastor Rio dan Ibu Maria. ‘Tidak awam tidak imam semuanya mau wanita pelakor ini lahap’ ucap ibu Imel kepada ibu-ibu yang lain, ‘Iyah, apa tidak kurang yah suami-suami kita ia godai’, balas seorang ibu yang lain, ‘Kalian coba pikirkan baik-baik ibu-ibu. Ini seorang imam yang wanita sundal ini mangsa loh’ tambah ibu Lusia, ‘Sungguh perempuan murahan yang tidak punya harga diri sama sekali’, ujar ibu lain, ‘Kasihan Pastor Rio. Setan wanita tua di desa kita ini sudah menggodai dan menodainya’ ungkap ibu Magda. Ibu-ibu ini sudah kehabisan kesabaran dan kehilangan kesadaran. Mereka merencanakan niat yang gelap untuk nasib ibu Maria. Mereka sudah menampung amarah sejak lama yang pasti akan memuncak saat ini, karena korban ibu Maria kali ini bukan salah satu dari suami mereka, melainkan Pastor Rio, Pastor Kepala Paroki mereka sendiri.

Beberapa umat yang dekat dengan Pastor Rio menyampaikan desas-desus yang berkembang di tengah-tengah umat, ‘Pastor, minta maaf. Ada cerita miring yang berkembang tentang Pastor’ ujar om John, Ketua Dewan Paroki setempat, ‘Oh yah! Cerita seperti apa itu Pa Dewan’ balas Pastor Rio dengan mimik penasaran dan serius sambil duduk di kursinya dalam pastoran, ‘Tidak Pastor, maaf. Ada cerita yang berkembang kalau beberapa Minggu belakang ini Pastor ada menjalin hubungan terlarang dengan seorang wanita di Paroki kami ini’ tambah Om John sedikit serius, ‘Wah....menjalin hubungan terlarang macam apa? Dan dengan perempuan siapa yah pa dewan?’ Respon Pastor Rio dengan ekspresi kaget sampai-sampai kopi yang ia seduh pun ia muntahi keluar, ‘Astaga Pastor, saya minta maaf’ takut ketua dewan menenangkan Pastor Rio, ‘Hahahahah....hahahahah...’ tertawa Pastor Rio dengan lepas, ‘Hahahaha...kenapa lucu Pastor, ini hal serius’ balas ketua dewan sambil tertawa pendek. ‘Tidak ada apa-apa pa dewan. Saya hanya lucu saja dengan cerita dan tuduhan semacam begitu’’ jelas Pastor Rio. ‘Pastor, saya mau tanya. Apakah Pastor sedang bermadu asmara dengan Ibu Maria, umat kita yang punya Kedai Mawar Hitam itu’, lanjut tanya ketua dewan, ‘Soalnya belakangan ada laporan, kalau beberapa kali Pastor rutin mengunjungi ibu Maria’, tambah Ketua Dewan, ‘Apakah salah saya mengunjungi umat saya, ibu Maria’ Balas Pastor Rio dengan ekspresi sedikit serius, ‘Tidak salah Pastor, kalau kunjungan terjadi di pagi, siang, atau sore hari. Kurang baik dinilai umat kalau kunjungannya terjadi di malam hari sampai jam-jam kecil’, lanjut ketua dewan, ‘Apalagi ibu Maria itu hidup sendiri. Dan ya namanya kurang baik di mata warga sini sejak lama. Ia pandai merayu orang, apalagi pria. Sudah banyak laki-laki yang ia godai Pater’ tambah Ketua Dewan dengan meyakinkan, ‘Baik Pa Dewan. Saya minta maaf. Besok hari Minggu pasti saya akan minta maaf juga kepada seluruh umat untuk desas-desus cerita ini.’ Jawab Pastor Rio, ia menambahkan ‘Sebenarnya saya juga sudah dengar cerita ini pa dewan beberapa hari lalu, cuman belum ada umat yang terang-terangan berbicara kepada saya. Jadi saya kira cerita ini hoax’, ucar Pastor Rio lagi, ‘Tidak Pastor, benar, banyak umat yang bicara, bahkan ibu-ibu sudah berencana membakar rumah dan Kedai Mawar Hitam milik ibu Maria, karena menganggap ia sudah melecehkan Pastor’ balas Ketua Dewan, ‘Yah ampun, tidak harus sampai main-main bakar-bakar juga kan. Baik-baik Pa dewan besok usai Misa saya akan jelaskan kepada semua umat, terutama kepada ibu-ibu dan langsung meminta maaf kepada mereka. Tolong sampaikan ini kepada ketua-ketua Kombas. Saya mau semua umat Paroki dapat hadir. Supaya tidak ada dusta di antara kita warga Paroki.’ Tegas Pastor Rio menutup percakapan.

Mentari pagi mulai menyingsing, Minggu pagi pun tiba. Banyak umat mulai memadati halaman Gereja. Mereka berdiri berkelompok-kelompok sambil membicarakan topik panas pagi itu, yaitu hubungan gelap Pastor Paroki dan ibu Maria, pemilik Kedai Mawar Hitam. Pastor Rio terlihat mondar-mandir menyiapkan perlatan misa dan bacaan-bacaan di Altar. Ia masuk ke ruangan sakaristi bersama misdinar dan petugas liturgi lainnya, ada juga nene Teresia yang bertugas sebagai akolit (pembagi komuni/sakramen ekaristi) minggu itu. Umat-umat sudah menempati kursi di panti umat dengan penuh sampai kursi-kursi di luar halamnan Gereja. Bisikan-bisikan para umat yang mencibir Pastor dan ibu mulai terdengar kecil-kecil.

Ibu Maria mulai nampak dari kejauhan. Ia jalan dengan penuh ketenangan dan keheingan sambil menatap langkah kakinya ke bawah. Ia tidak bicara banyak, seperti biasanya ia hanya tersenyum tulus sambil mengucapkan ‘selamat Pagi’ kepada umat-umat yang menatapnya dengan tajam penuh sinis dan amarah. Ia masuk ke dalam Gereja, mengambil air berkat di depan pintu masuk, menandai diri dengan tanda salib. Di tangannya ada setangkai bunga mawar hitam yang masih segar, basah karena semilir embun pagi, dan mewangi bercampur aroma parfunnya yang juga beraroma mawar hitam.

Perayaan Musa kudus berlangsung dengan penuh hikmah. Pastor Rio memimpin perayaan misa kali ini dengan penuh iman. Kini tiba saatnya pengumuman, pengurus dewan mempersilahkan waktu kepada Pastor Rio untuk mengklarifikasi isu yang sedang viral di kalangan umat. Pastor Rio menarik nafas dengan dalam-dalam kemudian mulai berbicara, ‘Baik, Salveee...umat sekalian yang dikasihi oleh Tuhan kita Yesus Kristus. Sebelum berbicara, saya mau mengundang ibu Maria terlebih dahulu tampil kedepan bersama saya di depan Altar ini’ minta Pastor Rio dengan suara yang sedikit berat. Mata semua umat berbalik melirik tajam ibu Maria di pojok belakangan bagian kiri, tempat biasanya yang sudah ibu tempati puluhan tahun. ‘Baik, Bapa-Ibu, umatku sekalian yang tercinta dalam Kristus. Seperti cerita yang sedang berkembang di kalangan umat sekalian bahwa saya memiliki hubungan terlarang atau hubungan gelap dengan ibu Maria, itu semuanya sejatinya adalah tidak benar’, tegas Pastor Rio, lanjutnya ‘Saya minta maaf untuk semua cerita miring yang berkembang ini. Saya sebetulnya mau menyampaikan hal ini sejak awal saya tiba di tempat ini, namun saya rasa itu bukan saat yang tepat’, Jelas Pastor Rio. Ia menahan nafas dalam-dalam, Ibu Maria di samping hanya merunduk menghadap lantai Altar. Pastor Rio kemudian mengungkapkan satu hal yang sangat mengkaketkan semua umat yang hadir, ‘Bapa-ibu saudara-saudari yang terkasih, sebenarnya ibu Maria ini adalah mama kandung saya!’ Ucar Pastor Rio penuh getar dengan mata sedikit berkaca-kaca yang disambut ekspresi kaget umat, lanjutnya ‘Saya adalah putra tunggal ibu Maria. Sejak kecil saya diserahkan kepada Gereja. Mama saya ini mempersembahkan saya untuk jadi imam dalam Gereja Tuhan. Kami berpisah 15 tahun lalu tanpa komunikasi langsung, hanya lewat ponsel kami berkomunikasi’, Tegas Pastor Rio. Ia sebenarnya adalah anak kandung ibu Maria yang tunggal, ‘Sebagai anak yang sangat rindu sama ibu kandungnya sendiri, saya selalu mengorbankan waktu-waktu luang saya untuk bertemu dengan mama kandung saya, ibu Maria ini. Berkat doa, kesabaran dan keteguhan hatinya saya bisa menjadi seorang imam, berkatnya juga saya bisa menyelesaikan studi saya dengan cepat dan gemilang di kota Roma. Tanpa doa Mama saya ini, saya tidak mungkin memimpin misa pagi ini dan saya juga tidak mungkin mengadakan banyak kegiatan di paroki dua tahun terakhir ini’, Lanjutnya, ‘Saya selalu keluar-masuk rumah ibu Maria, itu sebenarnya rumah saya sendiri. Sudah lama saya tinggalkan rumah dan mama saya’ Jelas Pastor Rio. Ia juga memberikan kesempatan kepada ibunya menyampaikan isi hati dan unek-uneknya selama ini kepada umat yang hadir, ‘Selamat hari Minggu umat semua. Saya mohon maaf untuk semua yang terjadi ini. Yang semuanya sudah Pastor Rio jelaskan. Ia anak saya semata wayang saya. Ayahnya wafat dalam sebuah insiden kecelakaan maut saat saya mengandungnya 3 bulan. Suami saya seorang dokter, ia kecelakaan saat pulang tengah malam dari rumah sakit. Saya melahirkan anak saya dan menamainya Marion, karena nama saya Maria. Sejak usianya 12 tahun, saya menyerahkannya kepada Gereja untuk menjadi seorang imam. Sejak saat itu saya memutuskan untuk hidup ke desa ini. Ada sedikit modal saya pakai untuk membangun Kedai demi menunjang biaya hidup anak saya’, Ungkap Ibu Maria dengan nama yang tenang, penuh daya, dan lembut. Ia melanjutkan ‘Bunga Mawar Hitam yang saya pakai sebagai nama Kedai itu sebenarnya saya ambil dari salah satu bunga kesukaan Pastor Rio. Sejak kecil ia suka sekali dengan bunga Mawar Hitam. Ia menanam banyak bunga Mawar Hitam di pekarangan rumah kami. Setiap kali memandang Bunga Mawar Hitam saya selalu mengingat Pastor Rio kecil. Hanya dia satu-satunya harta berharga saya miliki. Saya juga yang memohon kepada Tuhan untuk mengutus putra saya yang imam ini ke Paroki tercinta kita untuk memajukan hal-hal yang belum apa-apa’, Ucap Ibu Maria yang disambut tangis sedih semua umat yang hadir. Suasana yang awalnya penuh energi negatif itu berubah menjadi suasana haru, sedih, bercampur bangga. Mereka yang tadinya mau memaki ibu Maria berubah menjadi doa tulus baginya atas kemuliaan hatinya.

Usai Misa seluruh umat dengan penuh air mata satu per satu datang memeluk ibu Maria. Mereka memohon ampun untuk semua salah dan dosa-dosa yang selama ini mereka perbuat kepadanya sampai melukai hatinya. Ibu Imel, Ibu Lusia, Ibu Magda dan ibu-ibu lain yang tadinya berencana mau membakar rumah dan kedai mawar hitam miliknya, kini berlutut dan bersujud di hadapan ibu Maria minta ampun. Mereka dengan penuh tangis meminta ampun kepada Ibu Maria karena selama ini sudah salah paham dengannya. Dengan kebesaran hati dan kelembutan Ibu Maria seraya memancarkan senyuman tulus memeluk mereka dan memaafkan mereka jauh sebelum mereka meminta maaf. Akhirnya semua umat membawa pelajaran iman yang maha besar dari teladan hidup ibu Maria. Sekian!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pastor Yance Wadogouby Yogi Memiliki Imam, Nabi, dan Raja di Jantung Papua yang Berdarah di Intan Jaya

Rencana Tuhan Pasti Indah pada Waktunya

Pater Yance Yogi Memiliki Keberanian