REVISI NASKAH BUKU PAROKI KRISTUS JAYA WAMENA KAPELA MARIA NINAGOSA KRING POTIKELEK

 



Oleh: Gabriel Huby 


Tim inisiator, kembali melakukan kegiatan revisi naska buku untuk dua kapela yakni kapela “Maria Ninagosa” Potikelek dan kapela “Bunda Maria” Klimasom, pada hari ini sabtu 12 Juli 2025 bertempat di Halaman kapela. Kegiatan tersebuat menghadirkan sejumlah tokoh, orang tua dan kaum muda yang merupakan tokoh kunci perjalanan berdirinya dua kapela tersebut guna melakukan koreksi dan validasi terhadap substansi naskah itu.

Meskipun Sebagian umat dari dua kapela beralangan hadir namun dari beberapa yang hadir merupakan figure sentral dalam sejarah berdirinya kapela Potikelek maupun kapela Klimasom sehingga keterlibatan mereka sangat berarti dan menentukan. Diskusi dibuka dengan makan siang bersama. Kegiantan ini merupakan kelanjutan dari pengambilan data dan wawancara yang pernah dilaksanakan dua tahun sebelumnya.

Dalam diskusi, masing-masing saling mendengarkan dan memberi masukan sehingga proses diskusi berjalan lancar, hikmat dan damai. Disamping koreksi dan validasi sejarah perjalanan berdirinya dua kapela itu, adapula berupa catatan kaki yang diberikan semacam warning karena itu merupakan hal-hal prinsip yang mesti diperhatikan oleh para petugas Gereja seperti yang disampaikan Ibu Armina Matuan selaku Tokoh Gereja dan Wenewolok pada akhir diskusi, bahwa menurut dia, umat yang ada diwilayahnya merupakan umat heterogen artinuya umat dari berbagai latarbelakang suku ras dan budaya. Meskipun demikian umat sering mengikuti ibadat adalah umat local sedangkan umat non local cenderung beribadat di Paroki. Padahal mereka termasuk umat di wilayah Potikelek. Dirinya berharap supaya pastor paroki mempertegas wilayah Komunitas Basis (KBG) agar umat tahu dan sadar untuk mengambil bagian dalam kegiatan wilayah. Namun ia juga menilai, adanya KBG menghilangkan nilai solidaritas dan gotong royong antar keyakinan umat seiman bahkan menurutnya KBG terkesan membentuk polarisasi antara umat local dan non lokal. Selain itu, ia menegaskan bahwa setiap kebijakan maupun perubahan-perubahan dalam perayaan liturgi mesti ada sosialisasi/katekese sampai kapela-kapela jangan sampai selesai ditingkat Paroki supaya umat dapat mengetahui dan mengikutinya.

Senada juga disampaikan oleh Wenewolok Bpk Aleksander Itlay bahwa selama ini belum ada perhatian serius oleh pihak paroki mengenai peryaan liturgi berbasis budaya atau inkulturasi. Menurut Bpk Alex, melalui misa inkulturasi, umat mengangkat jati diri mereka sekaligus mengakui imannya melalui budaya yang Tuhan sudah berikan kepada mereka. Ia menilai selama ini semua praktek peribadatan liturgi terkesan diimpor dari budaya luar kecuali lagu-lagu daerah sehingga internalisasi terhadap perayaan berlangsung kurang begitu dialami. Ia menambahkan dahulu perna dilakukan ibadat dua kali di paroki. Yang pertama misa untuk umat di wilayah dalam kota dan misa/ibadat yang kedua untuk wilayah di luar kota. Hal ini bila dihidupkan kembali, menurut Bpk Alex umat akan merasa memiliki dan kehidupan menggereja akan hidup kembali.

Selain itu, Bpk Allypius Itlay yang juga pewarta senior di kapela Potikelek menyampaikan keprihatinan pada aspek yang lain yakni agar pastor barbauh domba/umat. Hal ini dipertegas oleh Bpk Ally bahwa hampir semua petugas gereja jarang ikut merasakan penderitaan umat. Ia menilai para petugas Gereja seperti mau dilayani oleh umat. Sebab bagi dia, para petugas Gereja kurang pekah dengan kehidupan umat di masing-masing wilayah. Bpk Ally menegaskan, agar petugas Gereja sungguh dapat merasakan apa yang dialami umat, mereka harus hadir dan terlibat bersama umat, bila perlu dan tinggal bersama mereka. Hal ini disampaikan bukan hanya untuk diwilayahnya tapi juga mewakili wilayah lain yang kurang diberi perhatian.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pastor Yance Wadogouby Yogi Memiliki Imam, Nabi, dan Raja di Jantung Papua yang Berdarah di Intan Jaya

Rencana Tuhan Pasti Indah pada Waktunya

Pater Yance Yogi Memiliki Keberanian