Santo Fransiskus Asisi: Duta Perdamaian Kosmologis
(Tinjauan Teologis Kontekstual di Papua)
Oleh: Yulianus Kebadabi kadepa
Tanah Papua merupakan wilayah yang kaya akan keragaman budaya dan keanekaragaman hayati, dengan masyarakat adat yang sangat menjunjung tinggi hubungan harmonis antara manusia, alam, dan dunia roh. Namun, eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan korporasi sering kali mengancam keseimbangan hidup masyarakat adat dan lingkungan. Dalam konteks ini, refleksi terhadap spiritualitas Santo Fransiskus Asisi sangat relevan karena ia mengajarkan perdamaian kosmologis itu suatu perdamaian yang mencakup seluruh ciptaan.
Gaya Hidup Santo Fransiskus dan Kesatuan Alam.
Fransiskus Asisi menampilkan gaya hidup yang bersahaja, merendahkan diri, dan hidup selaras dengan alam ciptaan Tuhan. Dalam ‘Canticle of the Creatures’ (Kidung Ciptaan), ia memandang seluruh ciptaan, baik tumbuhan, binatang, matahari, bulan, dan bumi sebagai subjek yang hidup dan memiliki martabat. Ia menyebut mereka sebagai saudara dan saudari, bukan sekadar objek untuk dimanfaatkan manusia (Armstrong, 2004: 110-115).
Prinsip ini sangat resonan dengan pandangan kosmologis masyarakat Melanesia dan khususnya masyarakat Papua, yang melihat hutan, sungai, dan gunung sebagai bagian dari komunitas hidup yang harus dihormati dan dijaga. Hutan adalah “perdamaian amadi” (tempat damai dan sumber kehidupan), bukan sekadar sumber daya untuk dieksploitasi. (Fransiskus, 2015: 12-16)
Antropologi Papua dan Eksploitasi Sumber Daya Alam
Masyarakat adat Papua memegang sistem adat yang sangat erat dengan pemanfaatan dan pemeliharaan lingkungan alam secara berkelanjutan. Namun, eksploitasi besar-besaran sumber daya alam oleh korporasi dan pemerintah tanpa persetujuan masyarakat lokal telah menyebabkan kerusakan ekologis dan konflik sosial, (Giay, 2000: 45-50)
Hal ini mengakibatkan alienasi masyarakat dari tanah dan sumber kehidupan mereka, serta menimbulkan ketidakadilan struktural. Teologi Fransiskus mengkritik hal ini sebagai tindakan yang mengabaikan hakikat ciptaan sebagai saudara dan saudari yang harus dilindungi, bukan dirusak, (Narokobi, 1980: 75-82)
Perdamaian Kosmologis: Perspektif Teologis di Papua
Perdamaian abadi yang dimaksud oleh Fransiskus bukan hanya perdamaian antar manusia, tetapi juga perdamaian antara manusia dan seluruh ciptaan. Dalam konteks Papua, ini berarti menghidupkan kembali hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan berdasarkan penghormatan terhadap hak ulayat serta keberlanjutan ekologi.
Pemerintah Indonesia dan aktor-aktor pembangunan harus memahami bahwa pembangunan tanpa izin dan tanpa menghormati hak ulayat bukanlah jalan menuju perdamaian, tetapi justru memperburuk konflik dan kerusakan lingkungan, (Rumbiak, 2019: 23-28)
Santo Fransiskus mengajak kita semua untuk berdamai bukan hanya dengan sesama manusia, tetapi juga dengan alam ciptaan Tuhan-menjadi penjaga dan pelindung bumi sebagai rumah bersama, (Fransiskus, 2020: 207-215)
Kesimpulan
Menghidupkan kembali perdamaian di atas tanah Papua bukanlah ekspektasi tanah kosong tanpa izin masyarakat adat. Melainkan, ia adalah panggilan untuk: Menghormati dan melindungi hak ulayat masyarakat Papua. Mengadopsi gaya hidup harmoni dengan alam sesuai ajaran Fransiskus. Membangun kesadaran ekologis yang mengedepankan keadilan sosial dan lingkungan. Berdamai dengan sesama manusia dan alam ciptaan Tuhan sebagai suatu kesatuan kosmologis.
Dengan demikian, refleksi ini mengajak semua pihak untuk belajar dari teladan Santo Fransiskus dan memperjuangkan perdamaian abadi yang inklusif dan berkelanjutan di Papua.
Membangun perdamaian di Papua bukanlah soal menciptakan tanah “kosong” tanpa konflik, tapi soal menghidupkan kembali relasi yang adil antara manusia, tanah, dan Tuhan. Pemerintah Indonesia dan aktor ekonomi harus memahami bahwa tanah Papua bukan sekadar sumber daya, tapi tanah kehidupan yang memiliki jiwa dan hak spiritual (hak ulayat).
Santo Fransiskus Asisi mengajak kita untuk hidup dalam semangat “saudara semua ciptaan” (Fratelli Tutti). Kita dipanggil untuk berdamai bukan hanya dengan sesama manusia, tetapi dengan gunung, sungai, hutan, dan seluruh ciptaan Tuhan.
Daftar Pustaka
Armstrong, Regis J. 2004. Francis of Assisi: Early Documents, Vol. 1. New City Press,
Pope Francis .2015. Laudato Si’: On Care for Our Common Home. Vatican Press,
Pope Francis. 2020. Fratelli Tutti: On Fraternity and Social Friendship. Vatican Press,
Giay, Benny .2000. Menuju Papua Baru: Beberapa Pokok Pikiran Sekitar Emansipasi Orang Papua. Deiyai Press,
Narokobi, Bernard .1980. The Melanesian Way. Institute of Papua New Guinea Studies,
Rumbiak, Jacob. 2019. Eco-Spirituality and Indigenous Resistance. Free West Papua Campaign,
JPIC OFM Indonesia. 2021. Kesadaran Ekologis dalam Perspektif Santo Fransiskus Asisi. JPIC Media,
Sangat kritis
BalasHapus