Meneladani Keberanian dan Iman Stevanus
![]() |
(Orang yang Memperjuangkan Kebenaran adalah orang yang Mengikuti Jejak Stevanus) Oleh: Yulianus Kebadabi Kadepa |
Stevanus adalah tokoh penting dalam sejarah Gereja perdana yang dikenal sebagai martir pertama Kristen. Ia disebut dalam Kisah Para Rasul 6-7 sebagai seorang yang penuh iman, hikmat, dan Roh Kudus. Stevanus dipilih sebagai salah satu dari tujuh diaken untuk melayani komunitas umat dan membantu para rasul. Namun, pelayanannya tidak hanya terbatas pada urusan sosial, ia juga dengan tegas dan berani memberitakan Injil kepada khalayak ramai, termasuk kepada mereka yang menentangnya.
Ketika Stevanus menghadapi fitnah dan tuduhan palsu dari para pemimpin agama Yahudi, ia tidak gentar. Ia malah menyampaikan kesaksian panjang tentang sejarah keselamatan dan bagaimana Yesus Kristus adalah Mesias yang telah dijanjikan. Dalam momen penuh tekanan itu, keberanian dan imannya terpancar jelas.
Dalam konteks Katolik, memperjuangkan kebenaran berarti hidup selaras dengan ajaran Kristus sebagaimana diajarkan oleh Gereja: mengasihi musuh, menjunjung keadilan sosial, membela yang lemah, dan hidup dalam kesucian hati. Manusia dipanggil bukan hanya untuk mengetahui kebenaran, tetapi juga untuk menjadi saksi hidup dari kebenaran itu, sama seperti Stevanus.
Atas dasar refleksi ini dalam kehidupan dan kemartiran Stevanus membuka banyak makna rohani yang penting bagi kehidupan Kristiani. Kitab Suci menggambarkan Stevanus sebagai “seorang yang penuh rahmat dan kuasa” (Kis 6:8) yang melakukan tanda-tanda dan mukjizat di tengah umat. Ia menghadapi perlawanan dari mereka yang tidak tahan mendengar kebenaran yang ia sampaikan. Dalam Kisah Para Rasul 7, Stevanus menyampaikan pidato panjang tentang sejarah keselamatan, menunjukkan bahwa Yesus adalah penggenapan dari semua nubuat dan janji Allah kepada umat Israel.
Namun, hal yang paling menggetarkan hati adalah respon Stevanus terhadap penganiayaan yang dialaminya:
“Sedang mereka melemparinya, Stevanus berdoa, katanya: ‘Tuhan Yesus, terimalah rohku.’ Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: ‘Tuhan, jangan tanggungkan dosa ini kepada mereka!’ Dan dengan perkataan itu meninggallah Stevanus.” (Kisah Para Rasul 7:59-60)
Makna dari perjalanan dan perjuangan Stevanus adalah Kesetiaan kepada kebenaran membawa risiko, tetapi juga buah kekudusan. Stevanus mencontohkan apa artinya mengasihi musuh dan mengampuni, sebagaimana Kristus mengampuni dari salib (Luk 23:34). Ia tidak hanya mengajarkan kebenaran; ia menghidupinya sepenuhnya, bahkan hingga saat terakhirnya.
Dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK), kemartiran disebut sebagai: “Kesaksian tertinggi yang diberikan kepada kebenaran iman: ia berarti kesaksian sampai mati” (KGK 2473).
Dengan demikian, mengikuti jejak Stevanus berarti memperjuangkan kebenaran bukan demi kemenangan pribadi, tetapi demi kesaksian akan kasih dan kebenaran Kristus. Kebenaran yang dimaksud di sini bukan sekadar fakta, tetapi Kristus sendiri yang berkata: “Akulah jalan, kebenaran, dan hidup” (Yohanes 14:6). Artinya bahwa bahwa memperjuangkan kebenaran berarti mengikuti jejak Stevanus mengingatkan kita bahwa hidup Kristen bukan sekadar hidup baik-baik saja, tetapi hidup yang aktif dalam membela kebenaran, walau harus menghadapi risiko.
Dalam dunia yang sering kali menolak suara keadilan dan kasih sejati, kita dipanggil untuk menjadi “garam dan terang dunia” (Matius 5:13-16), meski itu berarti menjadi berbeda atau bahkan ditolak. Kita dipanggil untuk menjadi seperti Stevanus: penuh dengan Roh Kudus, berani dalam kebenaran, ramah dalam kasih, Setia dalam penderitaan, Pengampun dalam penganiayaan.
Oleh sebab itu, setiap kita sebagai manusia meneladani Stevanus bukan hanya dalam kata-kata, tetapi juga dalam cara hidup yang setia, berani, dan penuh pengharapan dalam Tuhan.
Wisma Tiga Raja Timika
Komentar
Posting Komentar