Inkulturasi Iman Katolik dan Kearifan Lokal Papua di Paroki Kristus Terang Dunia

(Atas Penjemputan Uskup Keuskupan Timika, Mgr. Bernadus Bofitwos, OSA, Jayapura, Waena, 1 Juni 2025)

Oleh Yulianus Kebadabi Kadepa 

 
Sebagai orang muda Katolik suku Mee, kami mengucapkan terima kasih atas kunjungan pastoral dan kotbah dari Uskup Keuskupan Timika, Mgr. Bernadus Bofitwos, OSA, dalam misi perdana di Paroki Kristus Terang Dunia, Waena-Jayapura Papua. Penjemputan secara adat yang kami persembahkan bukan sekadar formalitas, tetapi ekspresi iman yang bersatu dengan budaya kami sebagai orang Papua.

Bagi kami, inkulturasi iman Katolik adalah jalan penghayatan iman yang menghargai dan memuliakan identitas lokal. Tarian adat, irama Koteka, Moge, dan anak panah, bahasa daerah, dan pakaian tradisional dalam liturgi mencerminkan bahwa iman Katolik bisa tumbuh subur di tanah Papua, tanpa harus menanggalkan akar budaya kami. Iman kami bukan asing, tapi menyatu dengan tanah, tradisi, dan darah kami sendiri di Papua.

Namun di balik sukacita penjemputan, kami juga ingin menyampaikan refleksi jujur dan keluhan hati rakyat Papua, khususnya dari kategorial suku Mee orang muda Katolik, di Jayapura.

Dalam kotbahnya oleh uskup keuskupan Timika menyampaikan bahwa Papua Masih Dalam Ketidakadilan. Kami tidak menutup mata bahwa Papua masih hidup dalam ketidakadilan struktural yang panjang. Sumber daya alam kami terus diambil, tetapi rakyat asli tetap hidup dalam kemiskinan. Banyak dari kami kehilangan hak atas tanah, pendidikan, dan kesehatan yang layak. Suara kami sering tidak didengar bahkan dianggap ancaman ketika kami bersuara.

Lebih lanjut lagi uskup keuskupan Timika mengatakan bahwa Gereja Harus Lebih dari Simbol. Dalam situasi ini, kami rindu kehadiran Gereja sebagai suara profesi. Kami percaya bahwa Gereja bukan hanya tempat ibadah, tapi juga tempat pembelaan terhadap martabat manusia. Kami butuh lebih dari sekadar nasehat dan ajakan moral. Karena pada kenyataannya, kata-kata indah tidak menyembuhkan luka ketidakadilan yang kami alami.

Kami memohon kepada para pimpinan Gereja, terutama Uskup dan para Imam: Jadilah gembala yang berpihak! Berpihak bukan pada kekuasaan atau kenyamanan, tapi kepada umat kecil yang terpinggirkan. Karena keselamatan jiwa manusia dan kebebasan tanah Papua tidak dapat dipisahkan. Iman yang benar harus hadir dalam dunia nyata dan membela mereka yang menderita.

Harapan, orang muda Katolik dari suku Mee, bukan hanya pewaris Gereja masa depan yang kami adalah bagian dari Gereja saat ini. Kami ingin inkulturasi iman tidak berhenti pada liturgi, tapi menyentuh tindakan nyata Gereja dalam memperjuangkan keadilan dan perdamaian.

Kehadiran Bapa Uskup di tanah Papua ini kami sambut dengan syukur. Tapi kami juga menitipkan harapan dan tangisan rakyat kami.

Kami percaya, jika Gereja sungguh hadir bersama rakyat, maka tanah ini akan mengenal damai bukan hanya dari kotbah, tetapi dari keadilan yang diperjuangkan bersama.

Dengan demikian, kategorial orang mudah katolik Suku Mee Kami mencintai iman Katolik dan kami mencintai budaya Papua.
Kami ingin keduanya hidup berdampingan, saling menguatkan, dan menjadi jalan keselamatan.

Gereja Katolik di Papua harus menjadi terang yang berpihak kepada yang tersingkir. Bukan hanya dengan kata-kata, tapi dengan langkah nyata.

Orang Muda Katolik Suku Mee, Paroki Kristus Terang Dunia, Waena Jayapura, 1 Juni 2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pastor Yance Wadogouby Yogi Memiliki Imam, Nabi, dan Raja di Jantung Papua yang Berdarah di Intan Jaya

Rencana Tuhan Pasti Indah pada Waktunya

Pater Yance Yogi Memiliki Keberanian