Tampil Seperti Angin Lewat
![]() |
(Refleksi Nilai Kehidupan dalam Filosofi Suku Mee) Oleh: Yulianus Kebadabi Kadepa |
Dalam kehidupan manusia, kehadiran bukan sekadar terlihat, tetapi juga harus bermakna. Frasa “tampil seperti angin lewat” melambangkan kehadiran yang cepat, ringan, tanpa kesan, dan tanpa tanggung jawab. Orang seperti ini datang dan pergi tanpa bekas, tanpa kontribusi, tanpa perhatian terhadap kehidupan sekitarnya.
Dalam filsafati hidup suku Mee di Papua, cara hidup seperti ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi dalam komunitas. Suku Mee memiliki prinsip hidup yang kuat: Dou (melihat), Gai (berpikir), Ekowai (bekerja), dan penulis tambahkan lagi Ewanaibi (menjaga). Keempat kata ini membentuk kerangka nilai dalam berkehidupan, bermasyarakat, dan menjadi manusia yang bermartabat.
Dou (Melihat) Menyaksikan Kehidupan dengan Kesadaran
Dalam pandangan suku Mee, melihat tidak hanya berarti menggunakan mata, tetapi menyadari dan memahami realitas kehidupan di sekitar kita. Seorang yang "tampil seperti angin lewat" tidak benar-benar melihat. Ia hadir, tapi tidak menyaksikan penderitaan, perjuangan, atau nilai yang sedang tumbuh dalam komunitasnya.
Melihat dengan Dou berarti memperhatikan orang lain, memberi empati, dan menjadi saksi atas dinamika hidup bersama. Orang yang tidak melihat akan selalu gagal memahami siapa dirinya dalam relasi sosial. Jika kita tidak melihat dengan hati, Kita hanya lewat seperti bayangan yang tak pernah dikenal.
Gai (Berpikir) Menyadari Tindakan dan Dampaknya
Berpikir atau Gai dalam filosofi Mee mencerminkan kesadaran mendalam akan tindakan dan konsekuensinya. Orang yang berpikir adalah orang yang tidak hanya reaktif, tetapi reflektif. Ia tahu mengapa ia hadir, apa tanggung jawabnya, dan bagaimana sikapnya akan berdampak bagi orang lain.
Sebaliknya, mereka yang “tampil seperti angin lewat” adalah orang yang tidak berpikir panjang, tidak memikirkan nilai, dan tidak merenungkan peran hidupnya. Mereka hidup secara otomatis, tidak punya tujuan, dan tidak menimbang akibat. Tanpa pikiran, kehadiran kita hanya menjadi suara kosong di antara kehidupan yang padat.
Ekowai (Bekerja) Membangun dan Berkontribusi
Dalam budaya Mee, bekerja bukan sekadar aktivitas fisik, tetapi wujud dari keterlibatan sosial dan tanggung jawab moral. Bekerja berarti berkontribusi: menanam, memelihara, membangun rumah, membantu tetangga, dan menjaga keseimbangan hidup bersama.
Seseorang yang bekerja berarti meninggalkan jejak dan manfaat. Sementara orang yang “tampil seperti angin lewat” tidak berbuat apa-apa, tidak membangun, dan tidak memberikan nilai. Bekerjalah agar hidup kita meninggalkan bekas, bukan hanya suara langkah yang cepat lenyap.
Disini Penulis Menambahkan Ewanaibi (Menjaga) Merawat Kehidupan dan Nilai-Nilai
Nilai tertinggi dalam filsafat Mee adalah ewanaibi menjaga. Menjaga bukan hanya soal keamanan, tetapi melindungi nilai, hubungan, kehormatan, dan kelangsungan hidup bersama. Ia menjaga tanah, budaya, keluarga, dan tatanan masyarakat agar tetap berjalan sesuai norma leluhur.
Orang yang "tampil seperti angin lewat" gagal dalam menjaga apa pun. Ia tidak menjaga hubungan, tidak menjaga janji, bahkan tidak menjaga keberadaannya sendiri. Yang tidak bisa menjaga, akan dilupakan. Yang menjaga, akan dikenang.
Hadir Bukan Sekadar Tampak, Tapi Berdampak
Dalam filosofi hidup suku Mee, menjadi manusia yang utuh berarti melihat dengan hati (Dou), berpikir dengan kesadaran (Gai), bekerja dengan niat baik (Ekowai), dan menjaga nilai-nilai hidup (Ewanai). Ini semua berlawanan dengan gaya hidup yang hanya "tampil seperti angin lewat". Hidup ini bukan tentang datang dan pergi tanpa jejak. Tetapi tentang meninggalkan makna dan kebaikan dalam setiap langkah hidup kita.
Wisma Tiga Raja Timika
Komentar
Posting Komentar