Secangkir Kopi di Fajar Timur: Menyeduh Harapan dalam Kesederhanaan Hidupku
![]() |
(Refleksi Pribadi tentang Bagaimana Kesederhanaan Secangkir Kopi di Kampus Fajar Timur Menjadi Cerminan Perjuangan) |
Oleh: Yulianus Kebadabi Kadepa
Saya percaya bahwa kehidupan tidak selalu dibangun dari hal-hal besar dan megah. Kadang, justru dalam kesederhanaanlah kita menemukan makna terdalam dari perjuangan dan pertumbuhan. Begitulah yang saya rasakan ketika mendengar kalimat “Secangkir kopi di kampus tercinta Fajar Timur” ada sebuah ungkapan sederhana yang, bagi saya, menyimpan sejuta refleksi pribadi.
Kopi menjadi teman setia dalam banyak momen penting bagi saya. Saat pagi datang dan kuliah menanti, secangkir kopi bisa menjadi penyemangat yang membantu mengusir kantuk dan menyambut hari baru. Di siang hari yang terik, saat jadwal kuliah padat dan kepala penat, kopi menjadi pelipur lara, memberi jeda sejenak dari hiruk-pikuk teori dan praktik.
Di tengah semua itu, saya menemukan kedamaian dalam satu hal kecil: secangkir kopi. Bukan kopi mahal dari kafe ternama, tapi kopi sachet sederhana yang mengaduk dan menikmati diriku sendiri. Di sinilah kesederhanaan itu hadir, tapi juga menguatkan.
Setiap pagi, secangkir kopi menjadi teman awal hari saya. Rasanya mungkin pahit, tapi ia menghadirkan semangat. Di antara kantuk dan jadwal kuliah yang padat, saya menyeruput kopi sambil mengingat: “Saya ada di sini bukan untuk menyerah.” Momen itu sederhana, tapi sangat bermakna.
Siang hari, saat lelah menumpuk dan isi dompet semakin menipis, kopi kembali menjadi teman pelipur. Dalam kesunyian disitulah ada perjuangan, saya duduk di depan kampus tercinta Fajar Timur, sedang merenung sambil menyesap kopi. Dari sana saya belajar: kebahagiaan tak selalu butuh banyak, cukup dengan keikhlasan dan ketulusan hati dalam keseharian hidupku.
Malam hari, ketika tugas kuliah harus diselesaikan dan rasa rindu kampung halaman datang tiba-tiba, secangkir kopi membantu saya bertahan. Di balik kesepiannya, saya merenung: bahwa perjuangan ini bukan hanya untuk saya, tapi untuk keluarga, untuk masa depan. Dalam gelas kopi itu, seolah ada kekuatan yang tak terlihat menghubungkan yang membuat saya tetap menulis, tetap belajar, dan tetap percaya.
Kesederhanaan secangkir kopi menjadi simbol dari hidup saya di kampus ini. Ia mengajarkan saya untuk tidak mengeluh, untuk bersyukur atas yang sedikit, dan untuk tetap kuat meski tidak punya banyak. Ia hadir di setiap titik penting perjalanan saya ke saat saya jatuh, bangkit, dan bertumbuh.
Di kampus Fajar Timur ini,Saya belajar banyak hal berkaitan dengan intelektual dan spiritual. Saya belajar menjadi manusia: bagaimana hidup dalam kesederhanaan, tetap punya harapan, dan menjaga semangat melalui hal-hal kecil yang tulus. Kopi menjadi representasi dari itu semua adalah sebuah pelajaran kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian refleksi ini adalah “Secangkir kopi di kampus tercinta Fajar Timur” bukan hanya kenangan, tapi warisan rasa. Ia adalah gambaran betapa dalam dan indahnya kesederhanaan, dan betapa kuatnya hati yang belajar untuk bersyukur dan bertahan. Bagi saya, kopi itu bukan hanya minuman. Ia adalah teman hidup selama masa-masa penuh perjuangan, dan kelak, akan jadi cerita yang saya bawa dengan bangga. Secangkir kopi di pagi hari mengajarkan saya untuk bersyukur atas hari baru, meski tak sempurna, tetap layak dijalani dalam kehidupan ini.
Wisma Tiga Raja Timika
Komentar
Posting Komentar