Saya Berpikir, Karena Itu Saya Ada
![]() |
"Aku Berpikir Maka Aku Ada" |
(Refleksi Pemikiran Filsafat tentang Kesadaran Diri dalam Kehidupan Sehari-hari) Oleh: Yulianus Kebadabi Kadepa |
René Descartes, dalam bukanya, Meditations on First Philosophy, menyatakan: "Cogito, ergo sum" atau “Saya berpikir, maka saya ada” (Descartes, 1996: 17). Kalimat ini merupakan tonggak penting dalam sejarah filsafat Barat karena menunjukkan bahwa kesadaran akan berpikir adalah bukti paling mendasar dari eksistensi manusia. Bagi Descartes, ketika segala hal dapat diragukan, satu hal yang pasti adalah bahwa aku yang sedang berpikir ini pasti ada.
Dalam kehidupan sehari-hari, pemikiran ini sangat relevan, terutama dalam konteks pengambilan keputusan, perenungan diri, dan evaluasi moral. Ketika seseorang mengalami kebingungan atau tekanan hidup, kemampuan untuk berhenti sejenak dan merefleksikan apa yang ia pikirkan dan rasakan merupakan bentuk dari kesadaran diri. Misalnya, ketika saya sedang marah, saya bisa menyadari emosi tersebut, bertanya mengapa saya marah, dan menilai apakah reaksi saya benar. Dalam momen itu, saya membuktikan bahwa saya "ada" sebagai makhluk sadar, bukan hanya secara fisik, tetapi secara eksistensial dan moral.
Kesadaran diri ini memungkinkan manusia untuk tidak hanya hidup secara otomatis atau naluriah, tetapi secara reflektif. Seperti yang dijelaskan oleh Bertens (2001:45) filsafat modern mengajarkan bahwa manusia bukan hanya makhluk yang “menjadi” tetapi juga “menyadari bahwa ia menjadi” . Maka, refleksi menjadi bagian integral dari kehidupan yang autentik.
Pemikiran Descartes juga mengingatkan kita bahwa nilai keberadaan bukan ditentukan oleh status sosial, kekayaan, atau penilaian orang lain, tetapi oleh kemampuan berpikir dan menyadari diri sendiri. Dalam dunia yang serba cepat ini, banyak orang kehilangan dirinya dalam rutinitas. Melalui filsafat Descartes, kita diajak untuk berhenti sejenak, bertanya, dan menyadari: “Apa yang sebenarnya sedang saya pikirkan? Apa yang sedang saya jalani?” Pertanyaan-pertanyaan ini menghidupkan kembali kesadaran eksistensial kita.
Dengan demikian, “Saya berpikir, karena itu saya ada” bukan sekadar rumusan filsafat, melainkan panggilan untuk hidup secara sadar di tengah dunia yang sering menenggelamkan kita dalam kesibukan dan kebisingan. Descartes mengingatkan bahwa keberadaan sejati bukan hanya soal ‘hidup’, tetapi tentang hadir dengan kesadaran penuh atas pikiran, perasaan, dan tujuan kita. Dalam konteks apapun yang sekolah, pekerjaan, media sosial, atau relasi pribadi yang berpikirlah, renungkanlah, karena dari sanalah kita benar-benar ada. Ada karena saya dan Anda ada di dunia ini.
Daftar Pustaka:
Descartes, R. (1996). Meditations on First Philosophy. Cambridge University Press.
Bertens, K. (2001). Filsafat Barat Abad XX. Jakarta: Gramedia.
Komentar
Posting Komentar