Menyalakan Harapan dari Tenda Pengungsian: Belajar Bersama Anak-anak Intan Jaya di Arso 6 di Biara Susteran PRR
![]() |
Belajar Bersama dengan adik-adik pengusian dari intan jaya. Oleh: Frater Yulianus Kebadabi Kadepa |
Ketika derap konflik memaksa anak-anak dan keluarga dari Intan Jaya meninggalkan kampung halamannya, mama bapak dan sanak saudara saudara, banyak yang kehilangan rumah, keamanan, dan sekolah. Namun, di Arso tepatnya di biara para Suster PRR (Peket Regina Pacis) membangun harapan itu mulai tumbuh kembali, meski perlahan, meski sederhana lingkungannya dan biara sisteran itu. " Ketika saya bertemu dengan Suster Theresia Ina Atawalo, PRR mengatakan bahwa: kami komunitas sisteran sangat mengharap dukungan dari pemerintah provinsi Papua tangah, baik itu makan minum dan pembangunan tempat tinggalnya anak-anak pengusian dari Intan Jaya dan tempat tinggal para suster".
Biara yang semula sunyi, kini dipenuhi suara anak-anak. Suara tawa yang belum sepenuhnya bebas dari trauma, tetapi cukup untuk menyadarkan kita bahwa semangat belajar masih hidup. Tenda-tenda pengungsian mungkin tidak layak disebut ruang kelas, tapi bersama para suster, tempat itu menjadi pusat kasih, tempat anak-anak merasakan kembali arti belajar dalam suasana yang aman dan penuh perhatian.
Para Suster PRR tidak hanya membuka ruang biara mereka, tapi juga membuka hati. Mereka hadir sebagai pelita membimbing dengan kesabaran, mengajar dengan kelembutan, dan melayani tanpa pamrih. Dalam setiap doa, pelajaran, dan kasih sayang yang mereka berikan, terselip kekuatan yang membangkitkan kepercayaan diri anak-anak pengungsi.
Belajar bersama mereka bukan hanya soal huruf dan angka. Itu adalah proses penyembuhan batin. Anak-anak yang kehilangan rumah, perlahan mulai menemukan “rumah baru” di tengah kasih yang hidup di biara itu. Sebuah rumah Susteran yang kecil tapi dari kasih, doa, dan pengabdian. Disana di rumah Susteran itu, para suster-suater mereka sangat mengharap pembagunan tempat tinggalnya, dan menghidupi nafka hidup anak-anak pengusian kepada Pemerintah Papua
Dari tenda-tenda dan teras biara yang sederhana, saya menyadari bahwa harapan bukan sesuatu yang harus dicari jauh-jauh. Ia tumbuh di tempat yang penuh cinta. Kehadiran para Suster PRR adalah wajah Injil yang hidup membela yang kecil, memeluk yang luka, dan menemani yang tersisih.
Ketika pemerintah Papua belum sepenuhnya hadir, biara menjadi ruang harapan. Ketika sekolah belum bisa diakses, kasih para suster menjadi pelajaran paling bermakna. Dan ketika dunia terlalu sibuk untuk peduli, anak-anak pengungsi tetap belajar dan bermimpi.
Dengan demikian, Biara sederhana bisa menjadi sekolah kehidupan, ketika kasih menjadi kurikulumnya. Para suster mungkin tak punya banyak, tapi mereka memberi segalanya hati, waktu, dan harapan, kepada anak-anak pengusian dari intan jaya. Dari biara kecil di Arso, 6 lahir cahaya besar untuk masa depan anak-anak Intan Jaya. Tuhan hadir melalui tangan-tangan yang melayani dalam diam, seperti para suster PRR di tengah anak-anak pengungsian. Mereka belajar di bawah langit terbuka, tapi hati mereka kini mulai tertutup oleh rasa aman dan cinta.
Wisma Tiga Raja Timika
Komentar
Posting Komentar