Opini Angkat Pena Demi Dialog Papua

 (Refleksi Atas Perjuangan Pater Neles Tebay)



Oleh: Yulianus Kebadabi Kadepa


Mengangkat pena merupakan sebagai tongkat hidup manusia untuk mencari jalan keluar dari permasalahan diatas Tanah Papua. Dengan mengangkat pena untuk menyuarakan suara kebenaran akan cinta tanah air kami di atas Tanah Papua kepada kolonialisme. Kata lain dari dialog adalah sebuah bentuk komunikasi antara sesama manusia, maupun manusia dengan ciptaan lain, untuk lebih saling memahami. Manusia adalah makhluk individual, sekaligus makhluk sosial yang mengambil bagian dalam seluruh kehidupan.

Dalam bukunya yang setebal 273 almarhum Pastor Dr. Neles kebadabi Tebay dengan berjudul, Angkat Pena Demi Dialog Papua: Kumpulan Artikel Opini tentang Dialog Jakarta-Papua Tahun 2001-2011 (2012). Di sana Pater Neles menegaskan konsep dialog damai itu dengan sebuah ungkapan yang khas Mari Kitong Duduk Bicara Dulu. Kata-kata anumerta ini pun dapat kita jumpai pada Makam yang terletak tepat di jantung Sekolah Tinggi Filsafat-Teologi “Fajar Timur” Abepura-Papua.

Dalam isinya, dialog antara Papua Jakarta atau Jakarta Papua, rupanya pertanyaan mendasar yang hendak Pater Neles jawab adalah kenapa pemerintah pusat di Jakarta dan rakyat Papua perlu berdialog sebagai metode penyelesaian yang demokratis atas konflik Papua? Kerena dialog merupakan cara yang paling beradab untuk menyelesaikan masalah Papua, artinya menghentikan kekerasan dan membangun peradaban yang manusiawi. Dialog yang dilaksanakan atas prinsip kesejahteraan, kedamaian, kebenaran, dan penghormatan atas martabat kemanusiaan.

Martabat manusia yang miliki untuk menuju realisasi dialog antara Jakarta-Papua atau Papua-Jakarta yang kita harapkan dan impikan bersama. Dialog menjadi kunci penyelesaian demi keselamatan alam dan rakyat tertindas maka itu mesti secara terbuka dilihat bersama. Perjuangan kemanusiaan tanpa batas mesti dijunjung tinggi karena kita semua adalah manusia yang bermartabat.

Harapannya untuk berdialog dengan tujuan mendamaikan kemanusiaan dalam proses komunikasi dialogal merupakan satu-satu cara untuk keluar dari jalan buntu. Sekarang dimana kekerasan terjadi di Papua adalah satu-satunya bahasa yang dipakai, bahasa antara dua pihak yang sama-sama tulis yang hanya dapat di jalan buntu. Buku Pastor yang akrab disapa “Kebadabi” atau “Si Pembuka Jalan/Pintu” itu dapat membantu dalam usaha perjuangan kebenaran dan membalikkan arah hubungan sekarang yang macet ke arah masa depan bersama yang terhormat bagi semua, adil dan sejahtera di Papua tercinta ini.

Betapa pun sifatnya, persoalan Papua berlaku diselesaikan melalui dialog demi antara pemerintah dan orang Papua. Kami yakin bahwa melalui dialog, solusi damai akan ditemukan. Jika kita tidak berdialog antara Jakarta dan Papua, maka kita akan senantiasa disuguhi dengan kekerasan, konflik, dan fenomena pengungsian, sebagaimana yang sedang sekarang ini di Ndugama, Intan Jaya, Kiwirok, Maybrat, Yahukimo, Puncak Jaya, Dogiyai, dan wilayah konflik lainnya di West Papua.

Papua selalu menghadapi titik awal permasalahan dari pemerintah Indonesia. Semua masalah yang terjadi di negara ini yang mendapatkan reaksi dan aksi tersebut di Papua dan mengikut-sertakan litani penderitaan, penindasan dan penjajahan di Papua, ada apa di balik semua ini?

Dalam hal ini termasuk konflik pengungsian yang berkepanjangan dimana-mana sehingga mengakibatkan masyarakat kecil yang menderita diatas menderita bahkan korban nyawa manusia pun ikut melayang menghadap Sang Khalid. Hal seperti itu sebenarnya adalah signal terkait pentingnya habitus Angkat Pena demi dialog Papua dan Papua Jakarta sebagaimana yang diwasiatkan oleh Pastor Doktor Pertama Imam Asli Papua di atas tadi. Papua, lewat dialog, kita didorong untuk memahami hidup itu sendiri, mulai dari diri sendiri dengan sesama dengan lebih baik, sekaligus menumbuhkan penghargaan hak asasi manusia. Dialog kemanusiaan harus dibangun karena tanpa dialog jiwa manusia menjadi layu dan kering.

Hemat Pater Neles dalam bukunya dialog tidak dimaksudkan untuk mencari siapa yang menang dan siapa yang kalah. Kita mengambil tindakan berdialog untuk kepentingan bersama untuk kepentingan hidup dan kehidupan masyarakat Papua. Secara sosial-budaya-politik, berarti akan menemukan hidup dan kehidupan bangsa yang sesungguhnya, yaitu, adil, beradab untuk ikut mendukung upaya dialog yang dimaksud ialah dengan mengambil inisiatif menerbitkan Papua Tanah Damai.

Melalui dialog, martabat setiap orang atau kelompok lembaga yang berkonflik akan semakin teruji untuk saling menjunjung tinggi dan mengakui eksistensi sebagai yang beradab. Dialog yang tidak terbatas kepada percakapan-percakapan kepada aksi konkrit bersama sebagai wujud dari semua yang dihasilkan dari dialog karena dialoglah yang mengarahkan hidup damai di Papua. Saya yakin bahwa dialog itu adalah kunci penyelesaian konflik dan kekerasan di Tanah Papua. Tanah ini akan menjadi soal sepanjang masa jika tidak dialog, karena belum dijawab secara terbuka yang bisa diterima oleh semua pihak. Maka dari itu, kita membutuhkan dialog antara Papua dan Papua Jakarta.

Dialog Jakarta-Papua tidak boleh hanya sekadar wacana, tetapi kedua belah pihak harus saling menerima dan memahami dan membangun dialog yang hidup. Para pihak yang bertikai harus saling menerima, jujur dan terbuka untuk bicara semua persoalan yang ada di Papua. Jika kita bicara tentang Papua Tanah Damai melalui proses dialog, maka kita mesti belajar dari pengalaman Pater Neles sendiri yang semasa hidupnya secara konsisten memperjuangkan Dialog antara orang-orang dan komunitas-komunitas yang berkonflik di Papua.

Dialog merupakan “jalan damai” yang akan menerima jawaban kepada harapan banyak orang baik secara umum warga Indonesia maupun khusus orang Papua. Harap Papua menjadi Tanah Damai. Indonesia menjadi Negara yang sungguh-sungguh adil dan cinta damai tanpa kekerasan pembunuhan, perkosaan, Tanah milik Papua termasuk harta benda, maka marilah Kitong duduk bicara dulu. Ungkapan ini sebagai kunci menuju pintu keadilan dan perdamaian.

Negara jangan menganggap remeh dengan tawaran dialog. Sebab disinyalir secara kuat bahwa itu adalah kunci guna mengakhiri semua permasalahan yang sungguh-sungguh dihadapi oleh masyarakat Papua, yang membuat Tanah Papua darurat kemanusiaan.

Mendiang Pater Neles adalah sosok yang memiliki martabat manusia sekaligus bertanggung menjawab atas dialog Jakarta Papua. Ia merasa Dialog Damai ini penting, betul betul penting, kalau dicari pemecahan positif- damai “masalah Papua”. Semisal dalam judul- judul tulisan Artikel Opininya seperti “Why Autonomy, is Not Well Received By Papuans” , “Papuans Meed More than Food and Funds” atau “Menyelesaikan Konflik Papua”, “Mengubah Papua Menjadi Tanah Damai” atau “Mempersiapkan Dialog“.

Pastor Neles Tebay adalah simbol suara perdamaian yang menunjukkan bahwa masih ada masa depan yang positif bagi bangsa Papua menjadi Tanah Damai, Tanah Suci, Tanah Firdaus yang Tuhan tempatkan di atas pulau yang berbentuk Burung Cendrawasih, the bird of paradise. Mari Torang Bicara Dulu di Para-Para Adat, Papua Itu Tanah Damai. (*)




Wisma Tiga Raja Timika

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pastor Yance Wadogouby Yogi Memiliki Imam, Nabi, dan Raja di Jantung Papua yang Berdarah di Intan Jaya

Rencana Tuhan Pasti Indah pada Waktunya

Pater Yance Yogi Memiliki Keberanian