Ilustrasi Harian Dari Terjun Waimaga
“Kipas meniup menyegarkan kulit, terasa tentram dalam jiwaku.”
![]() |
Terjun Waimaga |
Ada saat di mana dada ini terasa berguncang hebat. Jiwaku seperti robek, tubuhku lelah, seolah dirasuki oleh rasa bersalah yang tak kunjung usai. Aku teringat pada masa-masa indah yang pernah kujalani masa janji, masa harapan. Tapi justru kenangan itu menusukku seperti panah yang melesat tepat ke jantung.
Aku mencoba menyusun kembali hati yang hancur, berharap bisa menenangkan badai dalam diriku. Tapi semua itu justru membangun dinding tinggi dalam jiwaku dinding yang tak bisa kutembus dengan kekuatan sendiri.
Kulepaskan segalanya dan memilih berlari. Sejauh mungkin. Seratus kilometer ku tempuh, tapi bukan ketenangan yang kutemukan. Tubuhku makin rusak, napasku makin berat, dan hatiku tetap tak damai.
Sampai akhirnya kakiku membawaku ke sebuah tempat asing tapi memeluk: Terjun Waimaga. Anginnya bertiup sejuk seperti kipas alam yang membelai kulitku. Hari itu cerah, tapi tak panas. Udara lembab dari air terjun menyentuh wajahku dan menyapu keletihan jiwa. Untuk pertama kalinya hari itu, aku duduk dan diam. Nafasku membaik. Hening pun datang.
Tiba-tiba, suara bisikan terdengar. Tak ada siapa-siapa di sekitarku. Tapi bisikan itu jelas, hangat, dan masuk ke hati:
“Kawan, mengapa kamu larut dalam kecewa dan bersalah? Di manakah imanmu?”
Itu bukan suara luar, tapi suara rohku sendiri suara yang selama ini kupendam, yang akhirnya berani bicara. Tapi sebelum aku sempat mencerna semuanya, suara motor memecah ketenangan. Suara itu menghilang, tapi pesannya menetap.
Aku sadar: selama ini aku terlalu sibuk menyesali diri, sampai lupa bahwa diriku adalah bagian dari karya agung Tuhan. Bukan kekayaan, bukan jabatan aku sendiri adalah harta yang paling berharga.
Aku pun pulang. Bukan hanya ke rumah fisik, tapi kembali ke pelukan kasih Tuhan Yesus. Ia telah datang. Ia dekat.
Dan barang siapa datang kepada-Nya, berlutut dan bertobat dengan sungguh hati, Ia tidak akan menolak.
Sebesar apa pun dosamu, Ia tidak akan meninggalkanmu hingga hancur.
Hidup ini adalah anugerah. Dan aku bersyukur telah diingatkan oleh alam melalui kipas angin alami di Terjun Waimaga bahwa damai bisa hadir…
…saat aku benar-benar diam, mendengar, dan kembali pada Tuhan.
Terima kasih, Tuhan Yesusku.
Engkau adalah ketenangan di tengah badai hatiku.
Komentar
Posting Komentar